Jiwa GURU


Bukan karena sekarang profesiku sebagai seorang guru, lalu aku hanya menulis hal-hal baik yang berhubungan dengan profesiku.  Jauh sebelum aku menjadi guru, aku pernah melakoni  beberapa pekerjaan lain. Akan tetapi, aku merasa tidak perlu menuliskannya dalam catatanku kali ini.
Baru saja aku berbincang dengan seorang guru yang berjiwa  “ Guru”. Guru yang dulu kita kenal dengan gelar  “ Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Ternyata sekarang pun masih ada guru yang patut dijuluki gelar itu. Dan mungkin saja masih  banyak pahlawan tanpa tanda jasa yang belum kita kenal bekerja dengan hati di pelosok bumi sana.
Melihat dan mendengar keramaian yang terjadi beberapa hari ini, disebabkan oleh demo para buruh yang menuntut kenaikan gaji, sempat terbesit pertanyaan “ Kasian para guru honorer yang kurang diperhatikan, kenapa nggak demo juga, ya?” . Tapi, mungkin ini adalah pertanyaan radikal yang tidak seharusnya aku sampaikan. Ya, tidak seharusnya...
Aku mendapat tamparan atas pertanyaanku ini dengan jawaban yang diberikan oleh seorang guru honorer yang mengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiyah Negeri . Di sebuah desa di pelosok bumi sana.
Bagaimana kak kesejahteraan guru disini?” Tanyaku dalam obrolan dengannya di chat.
Ya, biasa cukup buat beli sabun mandi.heee “ jawabnya santai sambil dibumbui canda.
Aku ikut terkekeh. Memang sepengetahuanku gaji guru honor sangat jauh dari yang diharapkan sebagai seorang yang sudah mengantongi gelar Sarjana. Apalagi di daerah yang belum merata pembangunannya.
hehehhe, demo dong kaya buruh disini, minta naik gaji” selorohku.
Males kita, dek. Kalau masalah duit pasti nggak akan cukup-cukup. Buat apa kita mesti ribut-ribut.”
Iya juga ya, kak. Bersyukur akan lebih baik.Toh, guru rezekinya nggak dari situ saja “ kutarik kesimpulan dari jawaban singkatnya.
iya dong” sahutnya.

Dari percakapan yang lain dengan para guru honorer dan relawan yang mengajar TANPA GAJI, banyak hal yang membuatku kagum dengan profesi ini. 

Teringat sederet kalimat yang membuat terharu...

Sebanyak yang kita berikan, sebanyak itu pula yang kita dapatkan kembali” dan  bisa jadi kita mendapatkan lebih dari yang kita berikan. 

Ilmu yang diberikan seorang guru kepada muridnya bagai uap air yang melayang ke udara akhirnya akan terus bergerak menuju langit yang tinggi lalu menjadi kumpulan uap air yang sangat besar. Dan awan akan menumpahkannya kembali ke bumi dengan bentuk yang sangat indah yaitu utiran-butiran berkah.
Akhirul kalam, berbahagialah dengan profesi ini, dan bersyukurlah jika hati ini lebih condong pada keridhoan-Nya dalam mengajar. Dimanapun, kapanpun, dan kepada siapapun.

Berbahagialah engkau sebagai guru.

Merangkai Cita dengan Cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar