Fitnah Itu Bernama Teroris


eramuslim - Pada akhir bulan Jumadil Akhir 1424 tahun yang lalu, tersebutlah seorang sahabat bernama Abdullah bin Jahsy Asady.

Bersama dengan dua belas sahabat dari kalangan muhajirin berangkatlah ia menjalankan sebuah operasi intelejen rahasia, ikut dalam rombongan tersebut Sa'ad bin Abi Waqqash dan 'Utbah bin Ghazwan.

Beliau dititipi sepucuk surat oleh Rasulullah SAW, dengan amanah, baru boleh dibuka, untuk dibaca, dan ditaati serta dilaksanakan sekiranya mereka telah berjalan selama dua hari penuh.

Ketika saat itu tiba, sang komandan perjalanan Abdullah bin Jahsy pun membuka isi surat tersebut, yang ternyata berisi sebuah perintah:

"Berangkatlah menuju Nikhlah, antara Mekkah dan Tha'if. Intailah keadaan orang orang Quraisy di sana dan laporkan kepada kami keadaan mereka"

Selepas membaca surat ini Abdullah bin Jahsy berucap, "Kutaati perintah ini!"

Kemudian diceritakanlah isi surat Rasulullah tersebut kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, "Rasul Allah telah melarang aku memaksa seorang pun dari kalian. Siapa yang ingin mati sebagai pahlawan syahid, marilah berjalan terus bersama aku, dan siapa yang tidak menyukai hal tersebut hendaklah dia pulang...!"

Seruan ini disikapi para sahabat dengan sambutan untuk terus melanjutkan ekspedisi hingga tuntas. Hingga terjadilah sebuah peristiwa, unta yang dikendarai secara bergantian oleh Sa'ad dan Utbah hilang, menyebabkan keduanya tertinggal oleh rombongan.

Tiba di Nikhlah berpapasanlah rombongan Abdullah bin Jahsy dengan kafilah Quraisy yang dipimpin oleh Amr bin Al Hadharamy. Pertempuran pun tak terhindari, Amr tewas sedangkan dua orang dari mereka berhasil tertawan. Dengan membawa tawanan dan rampasan kafilah, kembali Abdullah bin Jahsy menuju Madinah.

Tanpa disadari oleh para sahabat ternyata peristiwa peperangan tersebut terjadi sesudah masuk bulan Rajab, di mana pada bulan tersebut tidak boleh terjadi peristiwa permusuhan, pembunuhan dan peperangan.

Tanpa dikomando segeralah berita tentang insiden di Nikhlah memenuhsesakkan wacana obrolan dan pembicaraan masyarakat Madinah, corong-corong Yahudi, satelit-satelit Quraisy dan para munafik Madinah sibuk memelintir dan mencemooh nama-nama sahabat yang tersangkut insiden Nikhlah tersebut.

Tidak cukup pada sahabat yangg tekena langsung dampak skandal tersebut, hingga Rasulullah pun namanya ikut diseret ke dalam kasus Nikhlah, nama beliau dicap dengan berbagai macam istilah dan slogan, serta digeneralisasi bahwa umat islam tidak memiliki etika pada bulan haram.

"Muhammad telah menghalalkan bulan haram, padahal bulan itu orang penakut saja merasa aman dan semua orang bisa bekerja dengan tenang".

Luar biasa fitnah dan sesaknya kondisi pada saat itu, hingga Rasulullah sendiri menolak kedatangan rombongan Abdullah bin Jahsy beserta ghanimah dan tawanan yang dibawa dari Nikhlah, dan menegur mereka, "Aku tidak memerintahkan kalian berperang dalam bulan haram".

Hingga fitnah dan wacana yang memojokkan sebagian sahabat pada saat itu diklarifikasi Allah SWT dengan menurunkan ayat 217 surat Al Baqarah:

"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, 'Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar'."


"Tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah."


"Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh."


"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup."


"Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

Walau telah diklarifikasi Allah hingga hari ini pun fitnah-fitnah tersebut tak pernah berhenti mengalir dari corong-corong kebathilan, berbagai macam cap dan istilah mereka berikan kepada orang-orang yang menjalankan keyakinan beragama-Nya.

Kalau dulu mereka mencap Inlaender Extrimist kepada ulama salih pertiwi yang berjuang dan senantiasa menggelorakan perlawanan jihad fi sabilillah untuk kemerdekan tanah air Indonesia, maka hari ini mereka pun tidak kunjung lelah memberikan gelar teroris bagi rakyat, anak-anak dan remaja-remaja Palestina yang terus istiqomah berjuang merebut kembali tanah suci Al-Aqhsa.

Jika dulu mereka menodai kemerdekaan bangsa Indonesia dengan agresi militer di bulan suci Ramadhan, maka hari ini mereka ulangi kembali tabiat jahat mereka, denga menginjak-nginjak kesucian rumah-rumah, dan tanah-tanah Allah di Iraq, juga pada bulan suci Ramadhan.

Tidak cukupkah kita umat Islam mengambil pelajaran dari klarifikasi Allah terhadap insiden Nikhlah?

Kini saatnya umat Islam harus bersatu padu membela kehormatan agamanya menarik garis besar untuk jelas membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.

Dua bulan setelah Insiden Nikhlah, Allah SWT mentakdirkan sebuah klarifikasi tegas akan semua fitnah yang mewacana.

Hari itu adalah Al-Yaumul Furqon, dimana jelas di atas tanah Badar semua dipertaruhkan dan semua induk fitnah diklarifikasi, dan terjawab sudah klarifikasi fitnah tersebut hingga hari ini, mana sebenarnya golongan haq dan mana pihak yang mengusung kebathilan.

Fitnah hari ini adalah istilah teroris, maka katakan kepada umat Islam di seantero dunia: "Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh" (QS 2:217) dan lawanlah wacana-wacana dan makar-makar bathil mereka, hingga jelas siapa teroris sebenarnya!

Kita yang berjuang untuk kedaulatan dan kemerdekaan tauhid? Atau mereka yang (tabiatnya) senantiasa menjajah kita dalam beragama, mengusir kita dari tanah suci milik Allah dan kafir terhadap Allah ?

"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (QS 8:39)




Abu Syahidah
syams@gmx.de

Tidak ada komentar:

Posting Komentar