Dua Wanita Tua


Sudah lama niatan di hati ini terhalangi oleh kesibukan…niat hati ingin mengunjungi seorang wanita tua di sudut kota karawang. Sudah beberapa kali kuterima sms dari tetangganya..wanita tua itu menungguku!akan tetapi, kondisi selalu menyediakan alasan darurat untuk menghalangi langkah ku . namun,walaupun yang menjadi alasan  adalah kesibukan, hingga tak tersisa waktu untuk mengunjunginya, dibalik itu semua adalah karena belum adanya  kehendak dari  Allah.
Malam tui Alhamdulillah niatan itu terlaksana juga. Bersama sepupu..kami datang kerumahnya.
Tiba disana….
Didepan rumahnya..yang menurutku ‘tak layak huni ‘ bagi seorang wanita tua renta seperti dia.
Kami mngetuk pintu secara bersama..terdengar keras suaranya dari dalam. Menanyakan mungkin siapa gerangan yang berkunjung malam-malam begini. 
Dia membukakan pintu untuk kami….dan mempersilahkan kami masuk.
Mataku langsung menyorot sekeliling ruangan , tampak ‘menyedihkan’ atap yang ditopang sebatang bambu dan dinding tembok yang terkelupas dimana-mana. Hampir roboh..
Kami dipersilahkan duduk …
Kami awali dengan menanyakan keadaannya..berbincang-bincang sederhana…sepupu ku lebih mengerti apa yang dia diucapkan, karena si wanita tua itu menggunakan bahasa sunda fasih. Sedangkan aku tidak terlalu bisa dengan bahasa daerah ini. Hanya beberapa saja yang diucapkannya dapat aku pahami.
Ketika kami sedang berbincang-bincang…
Seorang wanita tua tiba-tiba melongo dari balik selimutnya… rupanya diatas banku panjang dihadapan kami ada seseorang yang sedang menikmati malam dalam peristirahatannya. Kami merasa mengganggu tidurnya. Tapi ketika menyadari kedatangan kami..dia menyapa kami dengan ramah.
Aku baru melihatnya kali ini. Siapa wanita tua yang satu ini?tanyaku dalam hati
Sepupuku yang faseh bahasa sunda langsung menanyakan perihal wanita tua itu.
Dari pembicaraan yang aku tangkap, wanita tua yang satunya lagi adalah adik kandungnya. Dia mulai tinggal dirumah itu bersamanya sudah hampir sebulan semenjak diusir oleh abang tertuanya. Sbab apa yang membuatnya ‘harus’diusir dari  tempat tinggalnya dulu, lalu dimana anak-anaknya, suaminya? Apakah dia tidak punya keluarga?. Semua pertanyaan itu berkecamuk dihatiku lalu tanpa kuutarakan pada sepupuku agar dia menanyakan perihal itu. Ternyata dia pun memikirkan hal yang sama.
Dari jawaban si wanita tua itu dapat kuterjemahkan kurang lebih seperti ini. “dulu nenek tinggal di abang tertua nenek, nenek tidak punya anak, dan suami nenek sudah lama meninggal. Sebab itu nenek menumpang dirumah abang ,ya itu abang nenek ini juga(sambil menunjuk pada wanita tua disebelahnya)mereka masih saudara kandung. tapi karena sekarang abang punya usaha penyewaan (rental) PS, akhirnya kamar yang biasa nenek tempati direnovasi mau dibuat tempat  main PS. Ya sudah mau tak mau abang nenek menyuruh nenek mencari tempat tinggal lain. Akhirnya tinggal disini sama kakak nenek  ini.” Cerita wanita tua itu tanpa sedikit pun menunjukkan kesedihannya dan tanpa beban…. Dia bercerita  dengan bahasa kebebasannya, dengan kebahagiaan dan keserhanaan yang saat ini dirasakannya. Tanpa menyimpan rasa tidak suka terhadap perlakuan abangnya. Abang tertuanya yang seharusnya melindunginya dari kesepian hidup, abang tertuanya yang seharusnya menyantuninya selepas kepergian suaminya, sebagai pengganti pelindungnya. Ya…abang tertuanya , siapa lagi selain itu. Tapi baginya “no problem” justru dia terlihat merasa bersalah telah merepotkan abangnya selama ini. Kerepotkan keluarga abangnya karena kerentaan di hari tuanya. Allahu Rabbi….
Kami yang mendengar celotehnya hanya bisa menghela nafas…berdoa dalam sanubari masing-masing….memohon yang terbaik bagi kelanjutan hidupnya. Bagi kedua wanita tua yang sederhana itu. Dua wanita tua yang menginspirasi jejak kaki kami untuk selalu mensyukuri  apa yang telah di takdirkan-NYA.
Kebahagiaan bukan karena berada dirumah yang mewah..
Kebahagiaan bukan karena memiliki keluarga yang lengkap..
Kebahagiaan bukan terletak pada keadaan  yang selalu baik untuk kita lewati…
Tapi kebahagiaan ..
Adalah sesuatu yang dirasakan oleh hati..
Walau jiwa terhempas..
Ujian rasanya seberat karang..
Namun bibir masih mampu menafkahkan seuntai senyum. Itulah bentuk dari bahagia…
Bahagia karena mampu mensyukuri nikmat dari-NYA. Allahu yaa Kariim..
“Nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan?”
Hati ini terasa berembun …… menyaksikan wajah-wajah penuh syukur  dengan semangat sedang menceritakan ‘kesusahan hidup’ mereka.
Aku dan sepupuku saling menoleh, aku yakin hatinya pun berembun, berpikir dan merasakan apa yang aku rasakan…

Keterbatasan waktu membatasi kehadiran kami ditengah-tengah mereka…malam yang larut harus membuat kami mengucap pamit. Dengan ramah kedua wanita tua itu menghantarkan langkah kami hingga gerbang depan rumahnya…
Kami akhiri pertemuan malam itu dengan mengecup kedua tangan wanita tua itu..tangan dengan hiasan jari-jari yang sudah menua,tangan yang tampak lemah dalam kekuatannya. Tangan yang telah menggapai kesederhanaan dalam hidupnya….tangan yang mungkin telah banyak menadah memohon Rahmat dan karunia-NYA.
Dan kami akhirnya meninggalkan mereka dengan salaam ….mereka membalas dengan iringan tangan yang melambai…dengan wajah ceria seperti biasa..tanpa sedih tanpa beban.
“jika suatu saat tiba rentaku..mampukah aku masih menafkahkan seuntai senyum seperti mereka?disaat  keadaan yang kulewati tak selalunya baik” kalimat Tanya ini terpatri  dihati….semoga aku mampu ya RAbb…
Dalam perjalanan pulang . Kami hanya berceloteh tentang kedua wanita tua itu…tentang pelajaran hidup yang telah kami lalui malam itu…tentang KESEDERHANAAN tentang KESYUKURAN…dan akhirnya berbuah KEBAHAGIAAN…SUBHANALLAH..

jonezizou@karawang , 140212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar